PSIKOLOGI BEHAVIORISTIK
A. Teori Kepribadian Behavioristik Menurut Pandangan
John Watson.
John Watson dikenal sebagai pendiri aliran behaviorisme di Amerika Serikat.
Karyanya yang paling dikenal adalah “Psychology as the Behaviourist view
it” (1913). Menurut Watson dalam beberapa karyanya, psikologi haruslah menjadi
ilmu yang objektif, oleh karena itu ia tidak mengakui adanya kesadaran yang
hanya diteliti melalui metode introspeksi. Psikologi mempelajari stimulus dan
respons (S-R Psychology). Yang dimaksud dengan stimulus adalah semua objek di
lingkungan. John Watson tidak mempercayai unsur hereditas (keturunan) sebagai
penentu perilaku. Perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur
lingkungan sangat penting. Jadi menurut pandangan John Watson perilaku
manusia ditentukan oleh faktor eksternal. Sumbangan utama Watson adalah
ketegasan pendapatnya bahwa perilaku dapat dikontrol dan ada hukum yang
mengaturnya. Jadi psikologi adalah ilmu yang bertujuan meramalkan perilaku.
Pandangan ini dipegang terus oleh banyak ahli dan diterapkan pada situasi
praktis.
Teori perubahan perilaku (belajar) dalam kelompok behaviorisme ini
memandang manusia sebagai produk lingkungan. Segala perilaku manusia sebagian
besar akibat pengaruh lingkungan sekitarnya. Lingkunganlah yang membentuk
kepribadian manusia. Behaviorisme tidak bermaksud mempermasalahkan norma-norma
pada manusia. Apakah seorang manusia tergolong baik, tidak baik, emosional,
rasional, ataupun irasional. Belajar dalam teori behaviorisme ini selanjutnya
dikatakan sebagai hubungan langsung antara stimulus yang datang dari luar
dengan respons yang ditampilkan oleh individu. Respons tertentu akan muncul
dari individu, jika diberi stimulus dari luar. Di sini hanya dibicarakan
bahwa perilaku manusia itu sebagai akibat berinteraksi dengan lingkungan, dan
pola interaksi tersebut harus bisa diamati dari luar. Segala perilaku manusia
sebagian besar akibat pengaruh lingkungan sekitarnya, dan lingkunganlah yang
membentuk kepribadian manusia. (forum bebes: http://www.forumbebas.com/post-723551.html)
.
Syarat terjadinya proses belajar dalam pola hubungan S-R ini adalah adanya
unsur: dorongan (drive), rangsangan (stimulus), respons, dan penguatan
(reinforcement). Unsur yang pertama adalah dorongan, suatu keinginan dalam diri
seseorang untuk memenuhi kebutuhan yang sedang dirasakannya. Unsur yang kedua
adalah rangsangan atau stimulus. Unsur ini datang dari luar diri individu, dan
tentu saja berbeda dengan dorongan tadi yang datangnya dari dalam. Unsur yang
ketiga adalah Respons, respons itu ada yang positif, dan ada pula yang negatif.
Yang positif disebabkan oleh adanya ketepatan seseorang melakukan respons
terhadap stimulus yang ada, dan tentunya yang sesuai dengan yang diharapkan.
Sedangkan yang negatif adalah apabila seseorang memberi reaksi justru sebaliknya
dari yang diharapkan oleh pemberi rangsangan. Unsur yang keempat adalah
penguatan (reinforcement). Unsur ini datangnya dari pihak luar, ditujukan
kepada orang yang sedang merespons. Apabila respons telah benar, maka diberi
penguatan agar individu tersebut merasa adanya kebutuhan untuk melakukan
respons seperti tadi lagi.
Ada tiga kelompok model belajar yang sesuai dengan teori belajar
behaviorisme ini, yaitu yang menurut namanya disebut sebagai hubungan
stimulus-respons (S-R bond), pembiasaan tanpapenguatan (conditioning with no
reinforcement), dan pembiasaan dengan penguatan (conditioning through
reinforcemant). Sesuai dengan pandangan bahwa tingkah laku merupakan hasil
belajar, maka perkembangan tingkah laku manusia terkait erat dengan
prinsip-prinsip belajar, yaitu bahwa tingkah laku manusia dapat dilihat dari
dua sisi: kondisi tingkah laku yang mendahului , dan tingkah laku yang
menyertai atau akibat yang menyertai tingkah laku .
B. Teori Kepribadian Behavioristik Menurut
Pandangan Skinner
Asumsi Dasar Behavioristik
Skinner bekerja
dengan tiga asumsi dasar, dimana asumsi pertama dan kedua pada dasarnya menjadi
psikologi pada umumnya, bahkan menjadi asumsi semua pendekatan ilmiah:
Tingkah laku
itu mengikuti hukum tertentu (Behavior is lawful). Ilmu adalah usaha
untuk menemukan keteraturan, menunjukkan bahwa peristiwa tertentu berhubungan
secara teratur dengan peristiwa lain. (Alwisol,2005:400)
Tingkah laku
merupakan hasil pengaruh timbal balik dari variable-variabel tertentu yang
dapat diidentifikasikan, yang sepenuhnya menentukan tingkah laku. Tingkah laku
individu seluruhnya merupakan hasil dari dunia objektif.
(A.Supratiknya,1993:317-318)
Asumsi bahwa
seluruh tingkah laku berjalan menurut hukum jelas mengandung implikasi tentang
kemungkinan mengontrol tingkah laku. Skinner tidak banyak tertarik pada
aspek-aspek tingkah laku yang sangat sukar berubah, misalnya aspek-aspek
tingkah laku yang terutama dikuasai oleh warisan hereditas.
(A.Supratiknya,1993:320)
Tingkah laku
dapat diramalkan (Behavior can be predicted). Ilmu bukan hanya
menjelaskan tetapi juga meramalkan. Bukan hanya mengenai peristiwa masa lalu
tetapi juga masa yang akan datang. Teori yang berdaya guna adalah yang
memungkinkan dapat dilakukannya prediksi mengenai tingkah laku yang akan datang
dan menguji prediksi itu. (Alwisol,2005: 400)
Tingkah laku
dapat dikontrol (Behavior can be controlled). Ilmu dapat melakukan
antisipasi dan menentukan/membentuk tingkah laku seseorang. Skinner bukan hanya
ingin tau bagaimana terjadinya tingkah laku, tetapi Skinner sangat berkeinginan
memanipulasinya.. (Alwisol,2005:400-401)
Skinner
menganggap kemampuan memanipulasi kehidupan dan tingkah laku
manusia-keberhasilan mengontrol kejadian atau tingkah laku manusia merupakan
bukti kebenaran suatu teori. Lebih penting lagi tingkah laku manusia harus
dikontrol karena Skinner yakin manusia telah merusak dunia yang di
tinggalkannya dengan memakai ilmu dan teknologi dalam memecahkan masalahnya.
Skinner
memahami dan mengontrol tingkah laku memakai teknik analisis fungsional tingkah
laku (functional analysis of behavior): suatu analisis tingkah laku
dalam bentuk hubungan sebab akibat, bagaimana suatu respon timbul mengikuti
stimulus atau kondisi tertentu. Menurutnya analisis fungsional akan menyingkap
bahwa penyebab terjadinya tingkah laku sebagaian besar berada di event
antesedennya atau berada di lingkungan. Skinner yakin bahwa tingkah laku dapat
diterangkan dan dikontrolkan semata-mata dengan memanipulasi lingkungan dimana
organisme yang bertingkah laku itu berada.(Alwisol,2005:401)
Struktur Kepribadian Behavioristik
Skinner adalah
tokoh yang tidak tertarik dengan struktural dari kepribadian. Menurutnya,
mungkin dapat diperoleh ilusi yang menjelaskan dan memprediksi tingkah laku
berdasarkan faktor-faktor tetap dalam kepribadian, tetapi tingkah laku hanya
dapat diubah dan dikontrol dengan mengubah lingkungan. Jadi Skinner lebih
tertarik dengan aspek yang diubah-ubah dari kepribadian alih-alih aspek
struktur yang tetap. (Alwisol,2005:402)
Skinner
memusatkan diri pada tingkah laku yang dapat diubah. Karena itu, ia kurang
tertarik pada ciri-ciri tingkah laku yang tampaknya relative tetap. Prediksi
dan penjelasan bisa dicapai lewat pengetahuan tentang aspek-aspek kepribadian
yang bersifat tetap dan dapat diubah. Tetapi kontrol hanya bisa dicapai lewat
modifikasi; kontrol mengimplikasikan bahwa lingkungan dapat diubah untuk
menghasilkan pola-pola tingkah laku yang berbeda. Akan tetapi Skinner tidak
pernah menyatakan bahwa semua faktor yang menentukan tingkah laku ada dalam lingkungan.
Skinner juga
mengakui bahwa sejumlah tingkah laku memiliki dasar genetik semata-mata,
sehingga pengalaman tidak akan berpengaruh terhadap tingkah laku itu. Skinner
melihat persamaan antara dasar hereditas atau bawaan dan dasar lingkungan dari
tingkah laku, Skinner mengemukakan bahwa proses evolusi membentuk tingkah laku
spesies yang bersifat bawaan sama seperti tingkah laku-tingkah laku individu
yang dipelajari dibentuk oleh lingkungan. (A.Supratiknya,1993:326-327)
Unsur
kepribadian yang dipandang Skinner relative tetap adalah tingkah laku itu
sendiri. Ada dua klasifikasi tipe tingkah laku: (Alwisol;2005:402)
Tingkah laku
responden (respondent behavior); respon yang dihasilkan organisme untuk
menjawab stimulus yang secara spesifik berhubungan dengan respon itu. Respon
reflex termasuk dalam komponen ini, seperti mengeluarkan air liur ketika
melihat makanan, mengelak dari pukulan dengan menundukkan kepala, merasa takut
waktu ditanya guru, atau merasa malu waktu dipuji.
Tingkah laku
operan (operant behavior); respon yang dimunculkan organisme tanpa
adanya stimulus spesifik yang langsung memaksa terjadinya respon itu. Terjadi
proses pengikatan stimulus baru dengan respon baru.
Dalam
memformulasi sistem tingakah laku, Skinner membedakan dua tipe respons tingkah
laku, yakni responden dan operan. Dalam arti singkatnya, tingkah laku responden
adalah suatu respons yang spesifik yang ditimbulkan oleh stimulus yang dikenal,
dan stimulus itu selalu mendahui respon. Contoh tingkah laku respoden itu
anatara lain menggigil karena kedinginan, stimulus udara dingin, sedangkan
responnya adalah menggigil. Pada tingakah laku responden juga bisa dilihat
bahwa stimulus yang sama akan menimbulkan respons yang sama pada semua
organisme dari species yang sama, serta tingkah laku responden itu
biasanya menyertakan refles-refleks yang melibatkan sistem otonom.
Skinner tidak
yakin bahwa porsi utama dari tingkah laku manusia terdiri dari refles-refleks
sederhana ataupun respons-respons yang diperoleh melalui pengkondisian klasik.
Sebaliknya Skinner yakin bahwa tingkah laku manusia itu sebagian besar terdiri
dari respon-respon kategori kedua, yakni tingkah laku operan. Tingkah laku
operan menurut Skinner diperoleh melalui pengkondisian operan atau
instrumental, ditentukan oleh kejadian yang mengikiti respons. Artinya dalam
tingkah laku operan konsekuensi atau hasil dari tingkah laku akan menentukan
kecenderungan organisme untuk mengulang ataupun menghentikan tingkah lakunya
itu dimasa yang akan datang. Jika hasil yang diperoleh oraganisme melalui
tingkah lakunya itu positif, maka organisme akan mengulang ataupun
mempertahankan tingkah lakunya itu. Sebaliknya jika hasil dari tingkah laku itu
negative, maka tingkah laku tersebut oleh oraganisme akan dihentikan atau tidak
diulang. Untuk memperjelas pemahaman mengenai tingkah laku operan, kita
bisa mengambil contoh dari kehidupan sehari-hari berupa pengkondisian operan
dari tingkah laku atau respons menangis pada anak kecil.
Konsep
perkuatan yang digunakan dalam pengkondisian operan ini menduduki peranan kunci
dalam teori Skinner. Skinner mengemukakan bahwa ia menemukan kemungkinan
menggunakan jadwal-jadwal perkuatan tidak tetap secara kebetulan, yakni sebagai
hasil dari penyelesaian kesulitan praktis yang dihadapinya. Jadwal perkuatan semacam
ini, yang disebut perkuatan sinambung, bisa digunakan pada permulaan
pengkondisian operan. (E.koswara,1991:78-83)
Menurut Skinner
variabilitas intensita tingkah laku itu dapat dikembalikan kepada variable
lingkungan. Konsep motivasi yang menjelaskan variabilitas tingkah laku dalam
situasi yang konstan bukan fungsi dari keadaan energi, tujuan, dan jenis
penyebab semacamnya.
Dinamika Kepribadian Behavioristik
1. Kepribadian dan Belajar
Kepedulian
utama dari Skinner adalah mengenai perubahan tingkah laku. Jadi hakikat teori
Skinner adalah teori belajar, bagaimana individu menjadi memiliki tingkah laku
baru, menjadi lebih terampil, menjadi lebih tahu. Kehidupan terus-menerus
dihadapkan dengan situasi eksternal yang baru, dan organisme harus belajar merespon
situasi baru itu memakai respon lama atau memakai respon yang baru dipelajari.
Dia yakin bahwa kepribadian dapat difahami dengan mempertimbangkan pertimbangan
tingkah laku dalam hubungannya yang terus menerus dengan lingkungannya. Cara
efektif untuk mengubah dan mengontrol tingkah laku adalah dengan melakukan
penguatan, suatu strategi kegiatan yang membuat tingkah laku tertentu
berpeluang untuk terjadi atau sebaliknya pada masa yang akan datang. Konsep
dasarnya sangat sederhana yakni bahwa semua tingkah laku dapat dikontrol oleh
konsekuensi tingkah laku itu. (Alwisol,2005:403)
2. Generalisasi dan Deskriminasi Stimulus
Generalisasi
stimulus adalah proses timbulnya respon dari stimulus yang mirip dengan
stimulus yang mestinya menimbulkan respon itu. Sedangkan diskriminasi stimulus
adalah kemampuan untuk membedakan stimulus, sehingga stimulus itu tidak diberi
respon, walaupun mirip dengan stimulus yang diberi penguat. Generalalisasi dan
diskriminasi sangat penting sebagai sarana belajar, karena kalau keduanya tidak
ada, orang tidak belajar sama sekali. Kita selalu belajar dari permulaan, dan
kita terus menerus akan belajar tingkah laku baru kalau tidak ada generalisasi,
karena tidak ada orang yang dapat berada dalam situasi yang sama persis dan melakukan
respon yang sama persis pula.
Menurut
Skinner, generalisasi stimulus itu memiliki arti penting bagi integritas
tingkah laku individu. Tanpa adanya generalisasi stimulus, tingkah laku
individu akan terbatas dan tidak terintegritas, yang menyebabkan individu
tersebut harus selalu mengulang-ulang pembelajarannya, bagaiman bertingkah laku
secar layak. Disamping generalisasi stimulus, menurut Skinner individu
mengembangkan tingkah laku adaptif atau penyesuaian diri melalui kemampuan
membedakan atau diskriminasi stimulus. Deskriminasi stimulus merupakan
kebalikan dari generalisasi stimulus, yakni suatu proses belajar bagaimana
merespons secara tepat terhadap berbagai stimulus yang berbeda. Menurut
Skinner, kemampuan mendiskriminasikan stimulus itu pada setiap orang tidaklah
sama. (E.Koswara,1991: 94-95)
3. Tingkah Laku Kontrol Diri
Prinsip dasar
pendekatan Skinner adalah: Tingkah laku disebabkan dan dipengaruhi oleh
variable eksternal. Tidak ada sesuatu dalam diri manusia, tidak ada bentuk
kegiatan internal, yang mempengaruhi tingkah laku. Namun betapapun kuatnya
stimulus dan penguat eksternal, manusia masih dapat mengubahnya memakai proses
kontrol diri. Pengertian kontrol diri ini bukan mengontrol kekuatan dalam diri,
tetapi bagaimana diri mengontrol variable-variabel luar yang menentukan tingkah
laku. Tingkah laku tetap ditentukan oleh variable luar, namun dengan cara
kontrol diri berikut, pengaruh variable itu dapat diperbaiki-diatur atau
dikontrol.
Pendekatan Psikologi Skinner dalam Teori Kepribadian Behavioristik
Skinner
menegaskan bahwa teori-teori tentang tingkah laku manusia sering memberikan
ketentraman yang keliru kepada para ahli psikologi mengenai pengetahuan mereka
bilamana dalam kenyataannya mereka tidak memahami kaitan antara tingkah laku
yang muncul dengan peristiwa yang terjadi (antesenden-antesenden)
dilingkungannya. Dalam pembahasan ini, Skinner akan dihadirkan sebagai seorang
tokoh psikologi pengembang teori, dengan pendekatan pembelajaran behavioristik
sebagai ciri yang utama: (E.Koswara,1991:72-77)
1. Tentang Otonomi Manusia
Skinner amat
menentang anggapan mengenai adanya “agen internal” dalam diri manusia yang
menjadikan manusia menjadi otonom atau kemandirian dalam bertingkah laku.
Keberadaan “manusia otonom” itu tergantung pada pengetahuan kita, dan dengan
sendirinya akan kehilangan status dan tidak diperlukan lagi apabila kita telah
mengetahui banyak tentang tingkah laku. Menurut Skinner kita tidak perlu
mencoba untuk menemukan apa itu kepribadian, keadaan jiwa, perasaan, sifat-sifat,
rencana, tujuan, sasaran, atau prasyarat-prasyarat lain dari manusia otonom
dalam rangka memperoleh pemahaman mengenai tingkah laku manusia.
Menurut
Skinner, manusia adalah kotak tertutup, dan seluruh variable yang mengantarai
tingkah laku dan outpu-output tingkah laku harus dikesampingkan dari
penyelidikan psikologi. Menurut Skinner penguraian yang memadai bisa
dilakukan tanpa bantuan sejumlah konstruk selain kaitan-kaitan fungsional
antara stimulus-stimulus dan respons-respons tingkah laku yang secara terbuka
diungkapkan oleh individu. Menurut Skinner kejadian-kejadian internal merupakan
bagian yang bisa diterima dalam psikologi sejauh kejadian-kejadian internal itu
bisa dieksternalisasi dan diukur secara objektif.
2. Penolakan Atas Penguraian Fisiologis-Genetik
Penolakan
Skinner atas penguraian atau konsepsi-konsepsi fisiologis-genetik dari tingkah
laku itu sebagian besar berlandaskan alasan bahwa penguraian semacam itu tidak
memungkinkan kontrol tingkah laku. Menurut Skinner, bisa dilihat bahwa sejumlah
aspek tingkah laku berkaitan dengan waktu kelahiran, tipe tubuh, atau
konstitusi genetik , fakta tersebut terbatas kegunaannya. Keterangan
fisiologis-genetik itu boleh jadi membantu kita dalam analisis eksperimental
atau pengendalian praktis, sebab kondisi fisiologis-genetik itu tidak bisa
dimanipulasi. Jadi Skinner tidak menolak adanya unsur fisiologis-genetik
(kebutuhan dan keturunan) dalam tingkah laku, melainkan mengabaikannya
disebabkan unsur-unsur tersebut tidak bisa dimanipulasi atau dikendalikan dalam
eksperimen.
3. Psikologi Sebagai Ilmu Pengetahuan
Tingkah Laku
Dalam
pendekatannya terhadap studi tentang manusia, Skinner beranggapan bahwa seluruh
tingkah laku ditentukan oleh aturan-aturan, bisa diramalkan, dan bisa dibawa
kedalam kontrol lingkungan atau bisa dikendalikan. Dengan tegas Skinner menolak
anggapan bahwa manusia adalah makhluk yang bebas berkehendak, atau anggapan
bahwa tingkah laku bisa muncul tanpa sebab. Manusia dengan sistem-sistemnya,
adalah mesin yang rumit. Bagi Skinner, ilmu pengetahuan tentang tingkah laku
manusia, yakni psikologi, pada dasarnya tidak berada dengan ilmu pengetahuan
lainnya yang berorientasi kepada data. Tujuan ilmu-ilmu pengetahuan itu sama,
yakni meramalkan dan mengendalikan fenomena yang dipelajari (dalam psikologi
Skinner, fenomena yang dipelajari adalah tingkah laku yang nampak).
Dengan
pendekatan behavioristiknya, Skinner mempertahankan analisis fungsional atas
tingkah laku organisme. Dengan analisis fungsional, seorang ahli didorong untuk
membentuk kaitan yang pasti, nyata, dan dapat diperinci anatara tingkah laku
organisme yang dapat diamati (respons) dan kondisi-kondisi lingkungan
(stimulus) yang menentukan atau mengendalikannya. (E.Koswara,1991:75-77)
4. Kepribadian Menurut Perspektif
Behaviorisme
Sebagaimana
telah kita ketahui, Skinner tidak menerima gagasan mengenai kepribadian
(personality) atau diri (self) sebagai pendorong atau pengarah tingkah laku.
Skinner menyebutkan gagasan semacam itu sebagai sisa dari animisme
primitive. Dari perspektif bahaviorisme Skinner, studi tentang
kepribadian melibatkan pengujian yang sistematis dan pasti atas sejarah hidup
atau pengalaman belajar dan latar belakang genetik atau faktor bawaan yang khas
dari individu. Menurut Skinner individu adalah organisme yang memperoleh
perbendaharaan tingkah laku melalui belajar. Selanjutnya bagi Skinner studi
tentang kepribadian itu ditujukan kepada penemuan pola yang khas dari kaitan
antara tingkah laku organisme dan konsekuensi-konsekuensi yang diperkuatnya. (E.Koswara,1991:77)
Perkembangan Kepribadian Behavioristik
Sebagian besar
teori Skinner adalah tentang perubahan tingkah laku, belajar, dan modifikasi
tingkah laku, karena itu dapat dikatakan bahwa teorinya yang paling relevan
dengan perkembangan kepribadian. Bersama dengan banyak teoritikus, Skinner
yakin bahwa pemahaman tentang kepribadian akan tumbuh dari tinjauan tentang
perkembangan tingkah laku manusia dalam interaksinya yang terus menerus dengan
lingkungan. Konsep kunci dalam sistem Skinner adalah prinsip perkuatan, maka
pandangan Skinner seringkali disebut teori perkuatan operan.
(E.Koswara,1991:331)
Konsep
perkembangan kepribadian dalam pengertian menuju kemasakan, realisasi diri,
transendensi dan unitas kepribadian tidak diterima Skinner. Memang ada
kemasakan fisik, yang membuat orang menjadi berubah, lebih peka dalam menerima
stimulus dan lebih tangkas dan tanggap dalam merespon. Urutan kemasakan fungsi
fisik yang bersifat universal sesungguhnya memungkinkan penyusunan periodesasi
perkembangan kepribadian, namun tidak dilakukan Skinner karena dia memandang
pengaruh eksternal lebih dominan dalam membentuk tingkah laku. Peran
lingkungan yang dominan dalam perkembangan oraganisme, digambarkan secara
ekstrim oleh Watson sebagai pakar behavioris. (Alwisol,2005:413-414)
Keistimewaan
kelompok respon ini menyebabkan Skinner memakai istilah “operan”. Operan adalah
respon yang beroperasi pada lingkungan dan mengubahnya. Perubahan dalam
lingkungan selanjutnya mempengaruhi terjadinya respon tersebut pada kesempatan
berikutnya. Skinner menyatakan dengan penuh keyakinan bahwa kepribadian tidak
lain adalah kumpulan pola tingkah laku, Skinner yakin kita dapat
memprediksikan, mengontrol, dan menjelaskan perkembangan-perkembangan ini
dengan melihat bagaimana prinsip perkuatan mampu menjelaskan tingkah laku
individu pada saat ini sebagai akibat dari perkuatan tahap respon-responnya
dimasa lalu. Jadwal perkuatan juga dapat dibentuk dengan mengabaikan faktor
waktu dan banyaknya hadiah yang diperoleh itu semata-mata tergantung pada
tingkah lakunya sendiri. (Ferster dan Skinner,1957; Skinner,1969).
Skinner yakin
bahwa pemerkuat-pemerkuat terkondisi atau pemerkuat-pemerkuat sekunder sangat
penting untuk mengontrol tingkah laku manusia. Perkuatan terkondisi merupakan
suatu konsep eksplanatorik atau penjelasan yang sangat bisa diandalkan. Jadi,
pengertian tentang perkuatan terkondisi adalah penting dalam sistem Skinner,
dan seperti akan kita liat bahwa Skinner menggunakannya secara efektif untuk
menjelaskan dipertahankan atau terpelihara banyak respon yang terjadi sebagai
bagian dari tingkah laku sosial kita.
Pengertian
tentang Generalisasi stimulus juga penting dalam sistem Skinner, sebagaimana
pengertian itu penting dalam semua teori kepribadian yang berasal dari belajar.
Skinner tidak merumuskan generalisasi stimulus maupun deskriminasi stimulus
dalam arti proses perseptual atau proses internal lainnya. Skinner merumuskan
masing-masing konsep itu sebagai hasil-hasil pengukuran respon dalam situasi
eksperimental yang dikontrol secara cermat. Kebanyakan aspek kepribadian muncul
dalam suatu konteks sosial, dan tingkah laku sosial merupakan ciri penting
tingkah laku manusia pada umumnya. Satu-satunya ciri tingkah laku sosial adalah
fakta bahwa Skinner melibatkan interaksi antara dua orang atau lebih. Selain
itu, tingkah laku sosial tidak dipandang berbeda dari tingkah laku lainya,
sebab Skinner yakin bahwa prinsip-prinsip yang menentukan perkembangan tingkah
laku dalam suatu lingkungan yang terdiri dari benda-benda hidup. (A.Supratiknya,1993:331-345)
Aplikasi Teori Kepribadian Behavioristik
Tingkah Laku Abnormal
Skinner
berpendapat bahwa tingkah laku abnormal berkembang dengan prinsip yang sama
dengan perkembangan tingkah laku normal. Konsep implus id yang tertekan, krisis
identitas, konflik ego-superego adalah penjelasan yang menghayal. Kelainan
tingkah laku itu adalah kegagalan belajar memebuat seperangkat respon yang
tepat. Kegagalan belajar itu dapat berupa: (Alwisol,2005:415-416)
- Kekurangan tingkah laku (behavior deficit);
tidak memiliki respertoir respon yang dikehendaki karena miskin
reinforsemen.
- Kesalahan penguatan (schedule reinforcement
error); pilihan responnya tepat, tetapi reinforsemen diterima secara
tidak benar sehingga organisme cenderung memakai respon yang tidak dikehendaki.
- Kesalahan memahami stimulus (failure in
discriminating stimulus); sering terjadi pada penderita skizoprenik
dan psikotik lainnya, yaitu orang gagal memilah tanda-tanda yang ada pada
stimulus, sehingga stimulus yang benar dihubungkan dengan hukuman dan yang
salah dihubungkan dengan reinforsemen. Alibatnya akan terjadi pembentukan
tingkah laku yang tidak dikehendaki.
- Merespon secara salah (inapropiate set of
response); terkait dengan ketidak mampuan mengenali penanda spesifik suatu
stimulus, orang akhirnya mengembangkan respon yang salah karena justru
respon itu yang mendapat reinforsemen.
C. Teori Kepribadian Behavioristik Menurut Pandangan
Ivan Petrovich Pavlov
Karya Pavlov
mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikologi behavioristik di Amerika. Classic
conditioning (pengkondisian ) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui
percobaannya terhadap anjing , dimana perangsang asli dan netral dipasangkan
dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi
yang diinginkan. Belajar menurut teori ini adalah suatu proses perubahan yang
terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi.Yang terpenting
dalam belajar menurut teori ini adalah adanya latihan dan pengulangan.
Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah terjadi secara otomatis keaktifan
dan penentuan pribadi dihiraukan. (Alwisol, 2004: 402)
Ivan Petrovich
Pavlov mengemukakan bahwa dengan menerapkan strategi ternyata individu dapat
dikendalikan melalui cara stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan
pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia
dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya. Strategi Pavlo ini
individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan
stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan.
Sementara individu tidak sadar dikendalikan oleh stimulus dari luar. (Juntika
Syamsu,2008:124)
Struktur, Dinamika, dan Perkembangan Kepribadian Menurut Pavlov
Struktur
Kepribadian menurut pandangan Pavlov terbagi atas dua bagian yaitu : (Alwisol,
2004: 402)
1. Tingkah laku
responden (Responden Behavior)
Respon yang
dihasilkan organisme untuk menjawab stimulus secara spesifik berdasarkan respon
yang diberikan, seperti mengeluarkan air liur ketika melihat makanan.
2. Tingkah laku
operan (operant behavior)
Respon yang
dimunculkan organisme tanpa adanya stimulus spesifik yang langsung memaksa
terjadinya respon itu. Organisme dihadapkan kepada pilihan-pilihan respon mana
yang akan dipakai untuk menanggapi suatu stimulus.
Dinamika dan
Perkembangan kepribadian Menurut pandangan Pavlov: (Alwisol, 2004: 402)
Pavlov yakin
bahwa kepribadian dapat dipahami dengan mempertimbangkan tingkah laku dalam
hubungan yang terus menerus dengan lingkungan nya. Cara yang efektif untuk
mengubah dan mengontrol tingkah laku adalah penguatan, maksudnya dengan
diberikan penguatan-penguatan yang positif, maka tingkah laku seseorang akan
bisa berubah dan terkontrol dengan baik. Strategi untuk mengubah tingkah laku
menurut pandangan Pavlov itu pada dasarnya ada dua yaitu : (Alwisol, 2004: 402)
- Conditioning Clasik, disebut juga dengan
conditioning responden karena tingkah laku dipelajari dengan memanfaatkan
hubungan stimulus respon yang bersifat reflek.
- Conditioning Operan, conditioning operan tidak
tergantung kepada tingkah laku otomatis atau refleks sehingga jauh lebih
fleksibel dibandingkan dengan conditioning clasik.
Daftar Pustaka
1. Robert L.Solso, dkk. 2009.Psikologi kognitif. Jakarta : Erlangga
^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008).
Perilaku Organisasi Buku 1, Jakarta: Salemba Empat. Hal.126-127
2. http://www.psikologizone.com/pengertian-kepribadian-menurut-awam-dan-psikologi/06511225
7. Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian. Malang: U MM Press
8. Koswara, E. 1991. Teori-Teori Kepribadian. Bandung: PT. Eresca
9. Syamsu, Juntika. 2008. Teori Kepribadian. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
10.
Supratiknya, A. 1993. Psikologi Kepribadian 3
Teori-teori Sifat dan Behavioristik. Yogyakarta: Kanisius